Inside Out: Semua Jenis Emosi Itu Ada Manfaatnya.

Friday, October 9, 2015

Inside Out dari Disney Pixar

Peringatan: Jika kamu belum menonton filmnya, sebaiknya berhenti, karena tulisan ini mengandung spoiler.

Sudah sejak lama saya ingin menonton film animasi yang berasal dari kreator yang sama dengan film Up tersebut. Tapi, karena kesibukan, baru kesampaian akhir-akhir ini. Film ini mengisahkan kesibukan Joy, Anger, Fear, Disgust, dan Sadness dalam mengelola emosi dan perasaan seorang anak perempuan bernama Riley. Joy menjadi semacam pemimpin bagi perasaan-perasaan yang lain. Tak heran, kalau ekspresi senang itu lebih memilih membentuk Riley menjadi pribadi yang bahagia. Setiap emosi negatif menyeruak di kepala Riley, Joy akan mencari cara agar perasaan itu berganti dengan kegembiraan semata. Dengan konsep #teamhappy ini, tak ada tempat bagi Sadness. Joy bahkan menciptakan lingkaran kecil "Sadness' Circle" agar emosi yang dianggap tidak berguna itu tetap berada di lingkaran itu sehingga tidak mengganggu misi #teamhappy. Akan tetapi, Sadness punya rasa ingin tahu yang besar. Ia memegang bongkahan memori inti dan mengakibatkan memori itu berubah warna menjadi biru yang melambangkan kesedihan. Joy yang tak rela Riley menyimpan memori kesedihan pun mencegahnya. Namun, emosi yang selalu ceria itu justru tersedot keluar dari markas besar bersama dengan Sadness. Dimulailah petualangan Joy dan Sadness untuk mencari jalan pulang.

Berapa orang di sini yang menginginkan perasaan "Selalu Bahagia"? Dijahati teman, cukup dijawab "It's okay. Aku tetap bahagia!" Kehilangan uang, "Ah, itu berarti aku akan dapat gantinya seribu kali lipat!" Apapun kondisinya, selalu tersenyum, selalu ceria. Selalu Bahagia!

Saya tidak seperti itu. Saya marah ketika mendapati orang merokok di tempat umum dan meracuni kaum bukan perokok. Saya menggerutu kepada mereka yang membuang sampah sembarangan. Saya sedih jika cerpen yang saya kirimkan untuk lomba, boro-boro menang, dilirik pun rasa-rasanya tidak. Saya berdebar ketakutan tatkala harus berbicara di depan umum. Saya jijik dengan jengkol dan petai. Dan sering sekali saya membiarkan emosi-emosi (yang dianggap negatif itu) mengambil alih. Tidak ditutupi. Tidak disembunyikan. Bahkan, suatu kali saya pernah diejek sebagai si penggerutu. Hahaha.

Sungguh berbeda dengan misi Joy dalam kepala Riley: apapun yang terjadi, harus happy happy joy joy. Namun, dalam petualangannya mencari jalan pulang bersama Sadness, Joy justru belajar bahwa emosi kesedihan itu pun ada manfaatnya. Tak jarang, ekspresi gembira yang ada di memori inti Riley justru didapatkan karena kemunculan Sadness. Contohnya, Joy hanya mengingat kegembiraan Riley dipeluk Mom dan Dad serta diangkat dan dielu-elukan oleh teman-teman grup hoki Riley. Padahal, di hari itu tim hoki Riley justru kalah. Sadness mengingat kekalahan itu sebagai hari yang paling menyenangkan. Ketika Riley bersedih, Mom dan Dad menghibur begitu pula teman-teman Riley sehingga akhirnya memori bahagia pun tercipta.

Menonton film ini, membuat saya senang. Akhirnya saya ada pendukungnya. Tak semuanya harus happy happy joy joy. Tak perlu menunjukkan "Selalu Bahagia" dan menumpuk emosi (yang dianggap negatif) lainnya di gudang emosi. Semua perasaan yang tercipta pada diri kita ada manfaatnya. Bahkan kesedihan sekalipun. Dari emosi (yang dianggap negatif itu), kita bisa mengambil pelajaran, menyurahkannya demi melegakan sesak di dada, sampai jadi pondasi kita untuk bangkit kembali menata hidup. Karena, berkat keberadaan kesedihan itulah kita tahu arti bahagia.

0 comments:

Post a Comment