Dari si lucu Wendy (Casper Meets Wendy),
childstarlet.com |
lalu si manis Lizzie McGuire,
fashionstyle.com |
maxim.com |
Selamat ulang tahun, Hilary Duff
variasi melenyapkan rasa bosan
Dari si lucu Wendy (Casper Meets Wendy),
childstarlet.com |
fashionstyle.com |
maxim.com |
Posted by aksaralava at 5:19 PM 0 comments
Istilah pada judul di atas bisa jadi baru ngetren beberapa tahun
belakangan ini. Seiring era keterbukaan dan ramai-ramai menunjukkan jati
diri di media sosial. Lambat-laun, seseorang dianggap keren jika
populer di dunia maya itu. Penyanyi yang baru mencari tempat di industri
hiburan, aktor yang berakting jempolan namun belum cukup untuk
mendapatkan status bintang, komikus yang ingin memperluas jaringan,
sampai si bukan-siapa-siapa yang ingin terkenal saja (sumpah yang
terakhir ini bukan ngomongin Dijah Yellow, ya?). Semua tumpah ruah di
ranah media sosial. Hasilnya, jika ada yang suka akan menjadikan sosok
itu sebagai idola dan meraih kepopularitas (dunia maya) yang besar.
Istilah selebtwit, selebgram, dan selebor pun bermunculan. ;-)
Jika
ada yang menyukai tentu ada pula sebaliknya. Membenci. Karena sekarang
ini jamannya keterbukaan, rasa suka dan rasa benci terhadap seseidola
itu pun dengan bebas langsung tersampaikan. Layangkan saja unek-unek
terhadap idola kita itu. Poninya terlalu miring, katakan "Dasar otak
miring, poni juga ikut miring!" Tahi lalatnya mengganggu estetika foto
yang diunggah, tuliskan "Kebo betah banget brot di muka lo!" Mention saja di Twitter. Tag saja akun Instagramnya.
Nah,
mereka yang selalu melayangkan unek-unek inilah disebut haters. Di mata
mereka, tokoh terkenal yang mereka kritik itu tidak pernah benar.
Misalnya saja seorang aktor yang berubah penampilan dengan menumbuhkan
rambut di atas bibir. Langsung saja banyak komentar yang mengejek
penampilannya itu. Berkumis dibilang mirip teroris. Tapi, ketika klimis
dikatakan sok manis. Jadi, aku kudu piye? jerit hati seorang idola.
Beruntunglah
kamu para idola atau selebritas yang tidak sengaja mampir ke blog ini,
karena berikut cara-cara yang bisa kamu lakukan dalam menghadapi haters.
1. Tidak semua kritik yang disampaikan kepadamu adalah ungkapan kebencian. Jadi, jangan sedikit-sedikit menyudutkan kalau mereka haters.
Siapa tahu, mereka justru memberitahukan opini yang membantu
keberlangsungan kariermu. "Nyanyinya seperti suara burung gagak," begitu
komen di media sosialmu. Lalu, karena panas hati kamu langsung
membalas, "Kamu saja kalau kentut fals. Nggak usah ngomongin orang.
Dasar hater. Saya block kamu!" Jika mau, fokus saja kepada isi kritiknya. Kalau kamu bukan orang yang lapang dalam menerima kritik, lewatkan dan scroll saja komentar itu. Tidak usah dibaca.
2. Sampaikan maaf.
Di negeri tercinta kita ini, hampir semua urusan bisa selesai dengan
permohonan maaf (apalagi kalau diucapkan seseorang yang cantik atau
ganteng aduhai). Kamu salah mengartikan "Tut Wuri Handayani" dengan
"Walaupun berbeda-beda tapi satu jua", cukup meminta maaf saja. Pasti
selesai, deh, urusannya. Tapi, kalau tidak mau mengaku salah dan mohon
maaf? Lalu, defensif dengan mengatakan, "Sama saja kok artinya!"?
Tenang, kamu masih bisa cengar-cengir gembira, kok. Saatnya mengerahkan pasukan penggemar alias fan militan untuk membelamu!
3. Membalas haters dan memojokkannya? Salah besar! Okelah, haters
memang salah dalam hal penyampaian. Mungkin dari cara menata kalimatnya
yang bikin kamu emosi atau di saat membaca komentar tersebut, kamu
memang lagi sensitif. Tapi, kalau kamu terpancing emosi membalasnya dengan kalimat yang lebih kasar, waduh. Bisa-bisa justru kamu yang dinobatkan menjadi hater-nya hater.
Merendahkan kasta idola atau selebritas, dong. Kalau rakyat jelata
(baca: penggemar) mau foto bareng atau jabat tangan saja mesti bayar,
kok. Lah, ini selebritasnya malah jadi hater orang biasa. Apa kata duniaaa?
4. Tuntutlah hater sampai dipenjara.
Benar. Tanggung banget kalau berbalas pantun di media sosial. Sebagai
artis atau selebritas papan seterikaan, tunjukkan kalau kamu itu hebat
dan kuat karena minum Milo setiap hari (kalau merk yang saya sebutkan
ini hendak mengucapkan terima kasih, saya akan kirim nomor rekening
saya, ya :-p). Bukan hanya akting saja yang perlu totalitas, memburu
hater juga harus. Kudu! Telusuri media sosial hater itu. Cari
tahu kontaknya. Di mana rumahnya? Sekolahnya kelas berapa? Apa pekerjaan
bapak ibunya? Masih lajang atau sudah bercucu segudang? (Penting!).
Nah, kalau sudah dapat, umumkan ke seluruh dunia! "Ini lho si hater.
Mukanya jelek. Rumahnya gubug. Orangtuanya kere!" Eits, biar tetap
dianggap makhluk baik hati yang berhati seputih cat tembok Dulux (nomor
rekening siap dikirimkan :-p), harus ditambahkan "Saya jadi tidak tega
mengajukan gugatan. Saya kasihan kepada orangtuanya." Sst, jangan lupa
minta para wartawan meliput dan memberitakan kejadian ini, ya.
5. Bercerminlah. Maksud saya, bukan introspeksi atau merenung, melainkan benar-benar bercermin. Tatap pantulan wajahmu di cermin dan tanyakan, "Cermin cermin di dinding, siapa di dunia ini yang paling cantik
dan memesona?" Niscaya cermin akan menjawab, "Cuma kamu seorang, wahai
artis/idola/seleb kesayangan. Kalau ada yang bilang sebaliknya, itu
berarti mereka sirik dan dengki!" Lalu, jawaban cermin yang ketakutan
dipecahkan itupun (walau bagaimana pun dia hanya cermin kalau jawab yang
lain, pasti tamat riwayatnya), jadikan itu patokanmu dalam membalas hater.
Ada yang berkomentar, "Kakak, warna rambutnya kurang rata" balas saja
dengan, "Saya ini cantik. Mau rambut belang bonteng juga tetap kece.
Memangnya kamu? Jelek dari lahir!" Kalau masih ada yang menyahut, "Tapi, kan, jadi kelihatan kusam. Perlu di-retouch kali, Kak," kasih serangan lanjutan, "Sirik saja kamu. Dengki kok dipelihara!" lalu block saja akunnya agar tidak bisa kasih komentar lagi.
6. Gunakan jasa admin. Para selebritas, kamu harus sadar diri.
Pekerjaan utama kamu adalah penyanyi/aktor/komikus/penjual buah nan
ganteng/mbok pecel yang cantik ala Cam 360-nya nggak ketulungan/dll.
Jadi, wajar-wajar saja kalau kamu tidak piawai menghadapi "mulut-mulut"
yang berteriak di Twitter, "tangan-tangan" yang mencolek di Instagram,
atau bahkan mantan komentator pertandingan sepak bola yang kehilangan
pekerjaan setelah PSSI dibekukan. Tidak perlu malu apabila menyewa jasa
administator yang mengelola akun media sosialmu. Malah, kamu justru
terbantu, lho. Admin bisa menyeleksi kritik atau opini yang akan kamu
dengar. Tentunya sudah disensor sehingga bebas dari kata-kata yang
kurang mengenakkan. Jika kamu mengizinkan, admin sesekali bisa
diperintahkan membalas komentar dengan kalimat standar customer service, "Maaf atas ketidaknyamanannya" atau "Terima kasih atas masukannya".
7. Tidak usah punya akun media sosial.
Kalau kamu penyanyi, biarkan label atau manajemen yang mengurus promosi
hasil-hasil karyamu. Begitupun jika kamu aktor. Buat si penjual buah
ganteng, ya mungkin buahnya disuruh mengabarkan ke seluruh dunia tentang
kegantenganmu itu. Istilah bekennya, sih, biarkan kemampuan atau
karyamu yang menonjol. Yang membuatmu dibicarakan. Bukan keahlianmu twit war dengan selebritas lain atau kecanggihan telepon pintarmu yang memiliki aplikasi Bantai Haters.
Intinya, meladeni haters itu tidak perlu ikutan panas hati. Santai saja sekalem
kamu senyum-senyum merasa bangga ketika membaca puja-puji
dari para penggemar garis keras. Maklumi saja, kalau ada penggemar yang
berlebihan dalam mengekspresikan kesukaannya terhadapmu, tentu ada saja
hater yang juga berlebihan mengungkapkan opininya. Semangat ya, saaay!
Posted by aksaralava at 3:02 AM 0 comments
Tadi malam, saya membaca Majalah Glamour Edisi Desember 2014. Tulisan di Rubrik G Reality majalah itu sangat menyentuh. Seorang pembaca mengisahkan musibah yang terjadi kepada ayah dan adiknya dari sudut pandangnya sendiri. November 2013 lalu, Gus Deeds tiba-tiba menikam ayahnya dan kemudian bunuh diri. Untuk lebih jelasnya, bisa dibaca di sini atau mencari beritanya lewat situs pencarian Google.
Bagaimana mungkin, seorang anak yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang berniat membunuh ayahnya sendiri? Dari penuturan Rebecca di majalah tersebut, penyebab perilaku Gus ada kaitannya dengan kesehatan mental. Adiknya itu telah didiagnosa menderita Bipolar Disorder, tiga tahun sebelum peristiwa memilukan itu terjadi. Namun, Gus adalah orang dewasa, dan menurut hukum, keluarga tidak akan diberitahu urusan pribadi berkaitan dengan kesehatan itu apabila tidak diinginkan oleh sang pasien. Hubungan Rebecca dengan adiknya pun memburuk karena Gus tidak menjawab teleponnya dan menolak berkomunikasi. Sayangnya, pada saat itu Rebecca tidak menyadari bahwa yang dilakukan adiknya adalah menarik diri karena telah menyerah kalah.
"Now I know he was trying to push me away so he could give up on himself, but at the time it was devastating."Saya sedikit mengerti dengan apa yang dikisahkan oleh Rebecca di majalah itu. Sebagai anggota keluarga yang selama ini melihat adiknya baik-baik saja (anak yang aktif, pergaulan luas, selalu ceria, dan senang bercanda), mungkin beliau tidak menyangka bahwa adiknya merasa menderita di dalam hati. Lalu, kenapa seseorang yang terlihat gembira itu justru didiagnosa dengan penyakit kejiwaan?
Posted by aksaralava at 6:04 PM 0 comments